Selamat Hari Musik Nasional, Rekanan!

Membicarakan musik adalah membicarakan manusia, seni, dan budaya. Ketiganya berkelindan menjadi buah pemikiran berbentuk irama, ritme, dan melodi. Musik tidak hanya selayang bentuk hiburan, musik menjadi bagian tak terpisahkan dari perkembangan peradaban. Sebagai salah satu sub-sektor dalam ekonomi kreatif, dikutip dari laman Liputan6, Kemenekraf menegaskan musik bukan hanya sekadar ekspresi seni, tetapi juga identitas nasional serta penggerak utama dalam sektor ekonomi kreatif.

Jika kita membicarakan musik di Bogor, jejaknya sudah tercatat sejak tahun 60an melalui lagu berjudul “Semalam Di Kota Bogor” milik Alfian Nasution, penyanyi legendaris yang mempopulerkan tembang bernuansa kota lain, seperti “Senja Di Kaimana”.

“Semalam Di Kota Bogor” tertera di album kompilasi Aneka 12 Vol.4 yang dirilis oleh perusahaan rekaman Remaco pada tahun 1967 dalam format piringan hitam.

Denyut Bogor di industri musik nasional kemudian terdeteksi di awal 90an melalui eksponen yang paling dikenal saat itu, Base Jam. Didirikan pada tahun 1994, langkah besar Base Jam justru baru dimulai pada tahun1996 melalui debut Bermimpi yang dirilis oleh Musica Studio. Materi Bermimpi milik Base Jam tidak lepas dari tangan dingin Hary Sabar, salah satu pentolan dari grup Gank Pegangsaan.

Estafet Base Jam Kemudian diteruskan oleh piknik yang menyeruak di kancah musik nasional melalui single “Sinar” yang diambil dari kompilasi KLIK! (Kumpulan Lagu Indonesia Terkini) besutan WEA (kini Warner Music Group) pada tahun 2000. Kemunculan Piknik dan band sejenis berbenang merah Britpop juga menjadi penanda masuknya pengaruh music Cool Britannia di Bogor yang lebih dikenal dengan istilah “Indies” beserta sub-kultur yang menyertainya.

Sedikit menyelam ke bawah, scene music mandiri di Bogor yang beragam juga melahirkan banyak band lain yang menjadi cetak biru bagi generasi setelahnya. Seperti Brownsugar yang bertransformasi menjadi The Motives dan The Safari, serta grup Britpop Listric yang salah dua personelnya, kakak-beradik Deni Noviandi dan Andi Fauzi, menjadi kunci pembentukan sound indie rock Bogor di masa kini melalui Reid Voltus dan Swellow.

Tak hanya itu, pada medio 2000an, ragam musik baru mulai banyak bermunculan di Bogor, salah satu yang segar dan hangat di ingatan adalah unit Hardcore Youthcrew Take One Step yang sempat melakukan lawatan tur mandiri ke Singapura dan Malaysia pada tahun 2012.

Fast forward ke masa depan, Koalisi Seni Indonesia mencatat bahwa terdapat 157 acara musik yang diselenggarakan di Bogor pada periode 2019-2020. Sebagai kota kecil penyangga Jakarta, jumlah tersebut merupakan angka yang cukup fantastis dan menjadi penanda keriuhan geliat musik di kota dengan intensitas petir tinggi ini. Ketika pandemi menghantam semua lini dan sector tanpa terkecuali, para penggiat kreatif dan musisi di Bogor kompak menginisiasi konser amal digital #KonserKarantinaBogor dalam upaya warga bantu warga. Setelah pandemi berangsur-angsur reda, Bogor kembali tancap gas dan menorehkan catatan penting di kancah musik nasional.

Raka Dewangkara melalui esai di Pop Hari ini berjudul “Musik Bogor Pasca Pandemi: Kian Menggairahkan” menyebut kondisi kancah musik Bogor pasca pandemi sebagai buah manis dari penantian yang dipupuk selama keadaan gelap. Setelah dua tahun hidup dalam moda survival dan ekosistem musik Bogor kembali mulai bersolek dan menancapkan nama-nama seperti Swellow, The Kuda, The Jansen, Munhajat, Heaven In, Rrag, Texpack dan lain sebagainya di sirkuit musik nasional. Mulai dari mengisi line-up festival bergengsi skala besar sampai dengan ruang gelap gig studio di pinggiran kota. Sejak saat itu, kota ini terus bergerak dan menancapkan namanya di industri musik nasional. Puncaknya? Grup Punk Rock The Jansen berhasil menyabet piala Anugerah Musik Indonesia (AMI Awards) melalui kategori Album Rock Terbaik di tahun 2023.

Selalu ada kejutan dari kota ini, Bogor tidak pernah benar-benar terlelap. Pasca pandemi, nama-nama baru mulai bermunculan dan tak sedikit pula nama lama yang kembali ke depan. Seperti highlight dari tahun 2024 lalu, saat Swellow, Texpack, dan Rrag mempersembahkan penampilan special di Synchronize Festival bertajuk Safari Asbun dan menyuguhkan tribute untuk grup noiserock/indierock influential, Reidvoltus.

Keberlanjutan yang menyenangkan dan seru untuk dinantikan.

Penulis: Gilang “Tahu” Nugraha