Dalam riuh rendah sejarah musik dunia, ada sebuah jenis musik yang mengalun bak angin sepoi-sepoi dari timur, melewati lautan luas dan mendarat dengan lembut di tanah Eropa. Indorock—sebuah nama yang mungkin terdengar asing bagi telinga banyak orang—namun menyimpan gelora yang tak terperi dalam setiap petikan gitarnya. Indorock adalah perwujudan dari kerinduan diaspora Indonesia di Belanda yang mengeksplorasi identitas mereka melalui nada-nada rock and roll.
Lahir dari benturan saling-silang antar satuan musik; rock and roll Amerika yang sedang merebak pada tahun 1950-an dan dengan sentuhan tropis khas Indonesia. Di sini, kita bisa merasakan bagaimana dua dunia yang berjauhan bertemu dan menciptakan sesuatu yang segar dan baru.
The Tielman Brothers, dapat dianggap sebagai perintis jenis musik ini, yang memulai perjalanannya pada tahun 1957. Dengan gitar elektrik di tangan, Andy Tielman dan saudara-saudaranya mengguncang panggung-panggung di Belanda dengan lagu-lagu seperti “Rock Little Baby of Mine” dan “Black Eyes”. Petikan gitar Andy yang cepat namun lembut, membawa nuansa eksotis yang belum pernah didengar sebelumnya di belahan dunia barat.
Tidak lama setelah itu, band-band lain seperti The Blue Diamonds dan The Crazy Rockers turut menyemarakkan panggung Indorock. The Blue Diamonds, yang terdiri dari dua bersaudara, Ruud dan Riem de Wolff, merilis “Ramona” pada tahun 1960, sebuah lagu yang mencampurkan romantisme melodi Indonesia dengan ritme barat yang dinamis. Lagu ini menjadi hit besar dan membawa nama mereka melambung hingga ke Amerika Serikat.
Namun, di balik semua kemegahan itu, ada getar nostalgia yang selalu hadir dalam setiap nada. Melodi-melodi gamelan yang diadopsi dalam petikan gitar, denting yang mengingatkan pada suasana desa di Jawa atau Bali, memberi nuansa yang menggetarkan hati.
Indorock tidak pernah menjadi arus utama di Indonesia, tetapi di Belanda, ia menjadi simbol kebanggaan bagi para perantau. Musik ini mengingatkan mereka akan asal-usul yang tak pernah bisa dilupakan, meskipun telah melewati ribuan kilometer jauhnya. Seperti halnya Jan Akkerman dan gitaris lainnya yang terinspirasi oleh gaya ini, Indorock menjadi suara yang tak lekang oleh waktu, sebuah perpaduan yang melampaui batas geografis dan budaya.
Meskipun masa kejayaannya mungkin telah berlalu, gema Indorock tetap terdengar. Di setiap alunan gitar, di setiap nada yang memadukan Timur dan Barat, ada cerita yang tak akan pernah pudar—kisah tentang identitas, tentang rindu, dan tentang bagaimana musik bisa menjadi jembatan yang menghubungkan dunia yang jauh terpisah. Indorock adalah melodi yang akan terus mengalun, membawa kita kembali ke masa ketika dua dunia bertemu dan menciptakan harmoni yang begitu indah dan tak terlupakan.
Penulis: Dana Raditya
Sumber: Internet